Pandemi hari ini selain telah memaksa berbagai sektor bisnis melemah hingga tumbang, namun juga berhasil memacu proses digitalisasi di berbagai bidang. Kondisi semacam ini merupakan tantangan sekaligus peluang. Bagaimana cara agar dapat bertahan dan bahkan berseluncur di atas ombak krisis, para milenials di Jerman melalui Studi Islam dan Dialog Kemahasiswaan mengupas tuntas hal tersebut secara teori dan praktis secara online.
SIDIK atau Studi Islam dan Dialog Kemahasiswaan merupakan progran rutin tahunan FORKOM (Forum Komunikasi Masyarakat Muslim Indonesia se-Jerman) yang tahun ini diselenggarakan oleh Masjid Indonesia Frankfurt. Program ini biasa dibuat untuk para calon dan mahasiswa baru di Jerman sebagai orientasi awal agar berhasil dalam studi akademis dan proses integrasi budaya di Jerman. Namun sejak pandemi melanda Eropa, khususnya Jerman, sulit untuk mengadakan acara besar, sehingga tahun ini harus diadakan secara online.
Digitalisasi dan Industri 4.0 menjadi tema yang disasar oleh para milenials pada SIDIK tahun ini. Kebetulan bertepatan dengan dijadikannya Indonesia sebagai Partner Country di ajang pameran teknologi bergengsi Hannover Messe Jerman tahun ini yang juga mengangkat tema yang sama. Tema ini juga diangkat karena sangat minimnya mahasiswa baru sejak tahun 2020. Pandemi membuat Jerman memperketat perbatasan dengan membatasi orang asing masuk, termasuk mahasiswa asing yang baru mau untuk kuliah di Jerman.
Acara digital yang dilangsungkan selama dua hari pada tanggal 2 dan 3 April 2021 ini dibagi menjadi dua tahap. Secara teori dan knowledge sharing sebagai pondasi dasar, kemudian secara praktis dibimbing oleh para mentor yang merupakan pelaku lapangan dan professional di bidangnya. Peserta dibagi dalam kelompok sesuai segment bidang bisnis kemudian setiap kelompok ini akan melahirkan ide bisnis baru dan merealisasikannya dalam bentuk start-up. Setiap ide bisnis tersebut kemudian dikembangkan secara best practice dalam bentuk business plan, yang juga akan dilombakan dan dilakukan simulasi pitching untuk setiap start-up yang lahir dari acara ini.
Animo para milenials sangat tinggi, sehingga panitia acara harus memperbesar kuota peserta. Tidak hanya dari Jerman, hadir pula peserta mahasiswa Indonesia dari Swiss, Mesir, Turki dan Afrika. Dari 110 peserta terdaftar, mereka masuk secara merata sesuai minat dan potensinya ke dalam tujuh segment bisnis, yaitu: Food & beverage, travel, retail, artificial intelligence, renewable energy, health, dan terakhir biotech & farmacy.
Peserta sangat antusias, hal ini dapat dilihat dari partisipasi aktif mereka mulai dari pukul delapan pagi hingga tengah malam. Mereka sangat termotivasi untuk menyelesaikan business plannya agar dapat dipresentasikan esok harinya di hadapan jury.
Pengenalan bisnis digital dan Industri 4.0
Rendy Saputra yang merupakan Inisiator Serikat Saudagar Nusantara membekali para milenials bahwa yang paling utama dalam berbisnis adalah produktif dan bermafaat. Dua karakter ini harus dimiliki oleh milenials muslim. Dilanjutkan dengan sharing pengalaman dan best practice bisnis di era digital oleh Azfar Reza Muqafa sebagai narasumber kedua yang juga CEO dan Founder Jilbrave.Prof. Dr.-ing Hendro Wicaksono, seorang expert diaspora Indonesia di Jerman yang juga mengajar Industrial Engineering, Mathematics & Logistics di Jacobs University Bremen memaparkan sejarah revolusi industri hingga hari ini, termasuk faktor penting enabler pada sisi teknologinya. Beliau juga menjelaskan bagaimana implikasi industri 4.0 pada bisnis dan masyarakat. Di akhir sesi para milenials juga dibekali poin-poin skill apa saja yang harus kita miliki agar kita bisa berhasil bertahan dan berhasil memanfaatkan peluang tersebut.
Di penghujung acara, setiap start-up yang terbentuk mempresentasikan business plan mereka dalam simulasi pitching. Sesi ini sangat menarik karena para milenials mendapatkan feedback langsung dari expert berpengalaman yang telah berhasil membina start-up dan gerai Alfamart di seluruh persisir utara Jawa Tengah.
Masa depan digitalisasi dan peran milenials
“SIDIK tahun ini menghubungkan mahasiswa-mahasiswa hebat dengan leader dan mentor-mentor hebat. Kami harap jaringan yang terbentuk melalui kegiatan ini akan menjadi sepercik api perubahan dan melahirkan muslim yang bermental juara, produktif dan berdaya.” jelas panitia penyelenggara. Biar bagaimana pun, peran milenials bagi masa depan digitalisasi Indonesia sulit dilepaskan. Mereka akan berperan besar dan merupakan faktor utama agar bonus demografi Indonesia sebagaimana prediksi PWC dapat meningkatkan Gross domestic product Indonesia di kancah perekonomian global.
Tinggal bagaimana kita mempersiapkannya. Akankah kita menjadi generasi yang produktif dan bermanfaat dengan bekal yang cukup untuk menyambut era industri 4.0?