„Wintersemester 2013/2014 tercatat bahwa 301.350 mahasiswa asing berkuliah di Jerman, dan angka ini terus bertambah dengan pertumbuhan 6,8% per tahun“, ujar Cand. Med. Jamal,“ namun hanya 50% dari mereka yang berhasil menyelesaikan kuliahnya hingga tuntas.“
Seminar yang berjudul „Survive Studi di Jerman dan Tips Memilih Universitas“ telah diselenggarakan di Masjid Indonesia Frankfurt pada Ahad lalu (12/4/2015). Kegiatan yang pada awalnya mengalami keterlambatan selama 45 menit ini pun resmi dibuka dengan sambutan dari perwakilan Konjen dan juga perwakilan Masjid Indonesia Frankfurt. Salah satu program masjid melalui divisi pendidikan ini ditujukan bagi para calon mahasiswa yang akan berkuliah di Jerman. Di peluncuran perdananya, seminar ini pun berhasil menarik peminat cukup banyak, yakni 32 peserta. Dimana sebagian besar dari mereka adalah pelajar di Studienkolleg dan Sprachkurs.
Pembicara pertama, yakni Jamal, menerangkan tentang Survival Kit selama masa perkuliahan di Jerman. Fakta bahwa jumlah mahasiswa asing yang berkuliah di Jerman semakin bertambah setiap tahunnya, pun menuntut calon mahasiswa untuk mengenali kondisi lapangan yang sesungguhnya. Bagaimana langkah-langkah mereka untuk mengenali masalah, menemukan solusi juga menyelesaikan setiap pesoalan mereka dengan tepat.
Menurut Jamal, berdasarkan pengalamannya selama menjadi Tutor di Fakultas kedokteran Uni Gießen, ada beberapa masalah yang biasa ditemui para mahasiswa selama masa studi di Jerman yaitu masalah bahasa, ekonomi, manajemen waktu akademis, fisik dan psikis serta faktor X. Berbagai pertanyaan pun bermunculan di kalangan peserta. Bagaimana mendapatkan beasiswa selama berkuliah, apakah dual studium juga diperuntukan bagi mahasiswa asing, bahkan cara mengatasi persoalan kesehatan tubuh dan psikis para mahasiswa.
Tema berikutnya dengan judul Uni vs. FH, menjabarkan tentang perbedaan juga kelebihan dan kekurangan dari Uni maupun FH. „Jumlah mahasiswa di FH pun lebih sedikit daripada di Universitas,“ jelas Hafizh sebagai pembicara kedua, „dan hal ini memberi kita keuntungan untuk lebih dekat dengan Profesor.“ Lalu menurutnya, jadwal kuliah di FH memang lebih padat daripada di Uni, sehingga akan sedikit lebih sulit mencari nebenjob. Tapi, tidak menutup kemungkinan bagi para mahasiswa FH maupun Uni untuk bekerja di saat liburan. Dari aspek muatan pembelajaran pun di kedua perguruan tinggi ini ada beberapa perbedaan. Di Uni muatan pembelajarannya terdiri dari teori 60% dan praktik 40%, sebaliknya di FH teori 40% dan praktik 60%. Maka dari itu perlu dipikirkan, apakah calon mahasiswa ingin fokus dan melanjutkan jenjang berikutnya ke dunia penelitian dan pendidikan sebagai guru, ataukah ingin langsung terjun ke lapangan sebagai pekerja ahli di bidangnya. Meski pun begitu, lulusan dari kedua perguruan tinggi ini memiliki perbedaan gelar. Hal ini adalah kesepakatan bersama hasil dari Bologna Prozess, yakni tidak ada lagi perbedaan antara lulusan FH dan Uni, gelar mereka pun saat lulus adalah sama. „Juga tidak menutup kemungkinan, jika lulusan FH ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi seperti S-2 dan S-3,“jelas Hafizh,“itu mungkin kok.“
„Bagi yang suka tantangan, lebih baik memilih Universitas,“ ucap Tito. Sebagai pembicara ketiga dalam seminar ini, Tito menceritakan tentang kisahnya selama berkuliah di Jerman. Juga pengalamannya pindah jurusan dan kisahnya saat kuliah sambil bekerja di bandara. Ia pun memberikan saran-saran positif yang membangun semangat para calon mahasiswa.
Selepas salam penutup dari pembicara terakhir, para calon mahasiswa pun dibentuk kelompok mentoring. Para peserta dikelompokkan berdasarkan kota tempat mereka tinggal, untuk kemudian diberikan pengarahan oleh Mentor dan mencari solusi bersama tentang masalah-masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan persiapan studi.
„Gantungkanlah cita-cita kalian setinggi gunung“ pesan Jamal,“karena banyak jalan menuju puncaknya, dan dengan ketekunan dan ketelitian maka kalian akan sampai.“ (/AH)
Survive Studi di Jerman dan Tips Memilih Universitas